Home » , , , , » Pola dan Bentuk Interaksi Budaya Bima Fase Ncuhi - Sekarang

Pola dan Bentuk Interaksi Budaya Bima Fase Ncuhi - Sekarang


Pola interaksi budaya dapat terjadi baik secara intern maupun secara ektern. Bentuk interaksi secara intern merupakan bentuk interaksi yang terjadi karena adanya proses belajar kebudayaan oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Interaksi ini meliputi beberapa proses, yaitu: internalisasi (internalization), sosialisasi (socialization), dan enkulturasi (enculturation). Jadi proses ini hanya dapat terjadi apabila nilai-nilai suatu kebudayaan sudah diakui dan dijadikan sebagai milik diri dari suatu masyarakat.

Pola interaksi budaya antara suatu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain yang memiliki nilai-nilai kebudayaan yang berbeda lazim disebut pola interaksi budaya secara ektern. Beberapa proses interaksi yang termasuk dalam pola interaksi budaya secara ektern, meliputi : proses akulturasi (acculturation) dan asimilasi (assimilation) yang timbul dari adanya proses penyebaran kebudayaan secara geografi, terbawa oleh perpindahan masyarakat dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Proses penyebaran budaya ini disebut sebagai difusi (diffution).
Masyarakat Bima mengalami beberapa bentuk interaksi dengan kebudayaan yang berbeda-beda sejak jaman ncuhi hingga jaman sekarang. Masing-masing interaksi memiliki bentuk atau pengaruh yang berbeda-beda terhadap unsur kebudayaan masyarakat di Bima
Kebudayaan-kebudayaan yang mengalami interaksi dengan kebudayaan masyarakat Bima adalah kebudayaan Jawa kuno yang terjadi pada fase Kerajaan, kebudayaan Minangkabau dan kebudayaan Makasar yang terjadi pada fase Kesultanan, kebudayaan penjajah Belanda yang terjadi pada fase penjajahan. Dan kebudayaan Jawa, Lombok, dan Sumbawa yang terjadi pada fase sekarang. Bentuk interaksi budaya di Desa Maria dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Pola interaksi Kebudayaan di Bima
Fase
Pola Interaksi
Analisis
Ncuhi
Pola interaksi intern :
·                Proses internalisasi
·                Proses sosialisasi
·                Proses enkulturisasi
Pada fase ini di Desa Maria belum ada pengaruh budaya masyarakat pendatang. Masyarakat yang ada adalah masyarakat asli Bima dan hidup berdasarkan kebudayaan asli Bima, sehingga pola interaksi budaya yang terjadi hanya bentuk interaksi kebudayaan secara intern yang menyangkut proses belajar kebudayaan sendiri yang berkaitan dengan siklus hidup manusia sejak lahir sampai meninggal.
Sejak lahir, bayi-bayi di Desa Maria sangat dilindungi serta lebih dekat dengan ibunya dan kerabat ibunya karena adanya pola tinggal dekat dengan kerabat pihak wanita.selain dilindungi, bayi-bayi diajarkan juga untuk memiliki kekuatan dalam menghadapi hidup karena adanya pola hidup masyarakat yang berpindah-pindah berdasarkan lokasi bercocok tanam ladang berpindah-pindah sehingga menuntut adanya kekuatan dan kemampuan dalam menghadapi kerasnya hidup dan kekuatan alam.
Upacara sejak bayi lahir dipenuhi dengan hal-hal yang berhubungan dengan orang banyak dan berhubungan dengan alam semesta serta roh-roh nenek moyang. Hal ini terlihat dari kegiatan upacara yang melibatkan keluarga/kerabat-kerabat dan sando. Oleh sando, bayi yang baru dilahirkan (7 hari setelah kelahiran) akan dibawa ke sungai atau mata air (parafu) sebagai proses perkenalan bayi dengan alam semesta dan tempat bersemayamnya roh nenek moyang.
Saat beranjak dewasa, sosialisasi individu di Desa Maria tetap tidak lepas dari orang banyak dengan berbagai karakter karena adanya hubungan kekerabatan yang kuat dan pola hidup mengelompok. Dan lebih lanjut, proses sosialisasi akan dibedakan berdasarkan jenis kelamin melalui pembagian pekerjaan antara jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. Akak laki-laki akan mengikuti kelompok laki-laki dewasa untuk berburu dan bercocok tanam. Sedangkan anak perempuan akan mengikuti kelompok perempuan dewasa untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik (menyangkut rumah tangga) seperti mencuci, memasak, dan mengasuh adik. Setelah menikah, anak-anak akan hidup terpisah dari rumah orangtua tapi masih dalam lingkungan kerabat pihak perempuan sehingga pengaruh kerabat sangat besar dalam proses sosialisasi  terutama pengaruh  dari pihak kerabat perempuan.selain itu, pola hidup mengelompok ini menyebabkan hubungan yang erat dalam ikatan keluarga.
Proses enkulturasi atau pembudayaan berlangsung seiring dengan proses sosialisasi. Dimana seorang individu menyesuaikan keinginan-keinginan pribadi dengan lingkungan kerabat dan lingkungan masyarakat yang lebih luas dibawah kepemimpinan ncuhi yang sifatnya memiliki kekuasaan penuh namun tetap memperhatikan musyawarah mufakat. Proses enkulturasi akan menyesuaikan keinginan-keinginan individu-individu dengan nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Maria secara umum. Proses pola interaksi intern ini akan berlangsung sejak suatu individu lahir hingga meninggal
Kerajaan
Difusi : Panetrasi
Pola interaksi ektern : akulturasi
Masa kerajaan terjadi sejak abad VIII, yaitu sejak diangkatnya Indra Zamrud sebagai Raja Bima. Dan kekuasaan Ncuhi Dara (pimpinan tertinggi sebelum adanya raja) diserahkan kepada Indra Zamrud sesuai dengan janji/kesepakatan dengan Sang Bima yang berasal dari Jawa untuk mengangkat keturunannya dikemudian hari sebagai Raja Bima, dalam hal ini adalah Indra Zamrud.
Melihat latar  belakang penyerahan kekuasaan dan perubahan bentuk/pola pemerintahan dari pemerintahan yang bersifat federasi atau penguasaan bagian-bagian wilayah Bima secara otonom oleh beberapa ncuhi menjadi satu kesatuan wilayah kerajaan, yang dilakukan secara damai maka dapat dikatakan terjadi suatu difusi panetrasi/berlangsung secara damai dari kebudayaan Jawa Kuno.
Bentuk yang dihasilkan dari pola interaksi dengan Kebudayaan Jawa tidak dominan, melainkan hanya ada beberapa unsur kebudayaan yang diterima oleh masyarakat Maria, seperti cara bercocok tanam di sawah (tadah hujan), senjata seperti keris, dan model pakaian berupa kebaya. Serta sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan yang sebenarnya tidak jauh dari pola pemerintahan lama dimana kekuasaan pemimpin bersifat mutlak hanya saja pembagian kekuasaan dan struktur pemerintahannya lebih jelas dan kompleks.
Unsur-unsur kebudayaan sebagai hasil akulturasi dengan kebudayaan Jawa Kuno yang telah dianggap sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat Maria kemudian mengalami pola interaksi kebudayaan secara intern.
Kesultanan
Difusi : Panetrasi, hubungan symbiotic
Pola interaksi ektern : akulturasi
Masa Kesultanan dimulai sejak abad XVII yaitu semenjak dinobatkannya Abdul kahir sebagai Sultan I Bima dan menerima Islam sebagai agama resmi di Kerajaan Bima.
Difusi pada fase ini mendapatkan perlawanan dari beberapa masyarakat asli yang tetap mempertahankan kepercayaan lama untuk menyembah roh nenek moyang yaitu Parafu  dan Waro. Masyarakat asli Bima ini disebut Dou Donggo yang tinggal di pegunungan. Sehingga dalam kehidupan Dou Donggo hanya terjadi suatu difusi dengan bentuk hubungan Symbiotic dimana masing-masing unsur kebudayaan tidak saling berubah atau tidak ada proses mempengaruhi lebih jauh.
Namun karena hubungan yang telah lama dan terjalin erat dengan orang Makasar. Serta penyebaran budaya yang dilakukan secara damai melalui penyebaran agama Islam, perkawinan, dan perdagangan maka sebagian besar masyarakat asli Bima menerima kebudayaan, terutama ajaran Agama Islam yang dibawa oleh masyarakat Makasar sebagai bagian dari kebudayaan miliknya sendiri. Pola interaksi seperti ini disebut proses akulturasi
Proses difusi dan pola interaksi yang terjadi menyebabkan kebudayaan asli Bima maupun kebudayaan Bima yang telah mengalami akulturasi dengan kebudayaan Jawa Kuno pada fase kerajaan mengalami akulturasi lagi dengan kebudayaan Makasar dan Minangkabau.
Proses - proses akulturasi pada fase ini selain berasal dari kebudayaan Jawa Kuno, Makasar juga berasal dari kebudayaan orang Minangkabau yang sebelumnya telah  mengadakan migrasi ke Makasar. Setelah adanya pertentangan dengan suku asli di Makasar melakukan difusi ke Bima. Jadi pada fase ini kebudayaan di Desa Maria mengalami beberapa kali proses akulturasi.
Unsur-unsur kebudayaan sebagai hasil akulturasi dengan kebudayaan Makasar dan Minang yang telah dianggap sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat Maria kemudian mengalami pola interaksi kebudayaan secara intern.
Belanda
Difusi : Inpanetrasi
Pola interaksi ektern : asimilasi
Belanda menunjukkan kekuasaannya di Bima secara nyata (menjajah) pada abad XVIII, termasuk di Desa Maria. Difusi yang dilakukan oleh Belanda berlangsung secara tidak damai karena pemasukan unsur-unsur kebudayaan dilakukan melalui kekerasan/peperangan dan mendapat perlawanan dari masyarakat Maria. Misi pokok Belanda hanya menyentuh hal-hal yang bersifat komersial (kekayaan) dan hal-hal yang menyangkut usaha untuk memperoleh kekayaan tersebut. Belanda sedapat mungkin tidak mencampuri kebudayaan dan urusan pemerintahan untuk menjaga keamanan dan meredam perlawanan yang drastis dari masyarakat. Kecuali bila kebudayaan masyarakat Maria telah bertentangan dengan kepentingan Belanda untuk memperoleh kekayaan. Pengaruh kebudayaan Belanda cukup besar, namun tidak mempengaruhi kebudayaan masyarakat Desa Maria yang bersifat pokok seperti sistem religi, bertani dan berladang, dan upacara dalam siklus hidup.
Beberapa unsur kebudayaan yang mengalami asimilasi akibat pengaruh dari Belanda, antara lain : pajak dan tatacara pencatatan (bersifat administrasi), pengadaan fasilitas dalam bangunan berbentuk permanen, pengenalan terhadap perkebunan, prasarana jalan dan lain-lain yang menyangkut teknologi dan peralatan hidup serta sistem pengetahuan.
Sekarang
Difusi : Panetrasi
Pola interaksi ektern : asimilasi
Pada masa sekarang, di Maria terdapat  masyarakat pendatang yang berasal dari beberapa daerah sekaligus, yaitu Jawa, Makasar, Sumbawa, Lombok, Bali dan Kalimantan. Mereka menetap di Maria karena adanya alasan tugas (kantor) dan karena menikah dengan penduduk setempat. Selain itu, adapula yang datang ke Maria yang sifatnya temporer, seperti para pedagang keliling yang berasal dari Jawa maupun orang-orang Makasar yang datang mengunjungi makam leluhurnya 1-2 kali setahun atau pada hari-hari besar Islam.
Jumlah masyarakat pendatang di Desa Maria pada fase sekarang sangat sedikit. Selain itu, kebudayaan kebudayaan masyarakat pendatang telah terangkum dalam kebudayaan masyarakat di Desa Maria, walaupun dalam kadar yang kecil. Sehingga proses interaksi secara lebih mendalam tidak terjadi. Proses interaksi kebudayaan yang terjadi bersifat asimilasi dimana masyarakat pendatang menyesuaikan kehidupannya dengan masyarakat setempat dalam arti menerima nilai-nilai kebudayaan di Desa Maria sebagai milik para pendatang tersebut.  


Santabe ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso


Follow Twitter @Info_Mbojo & Facebook Info Mbojo


My Great Web page

Share this article :

0 Komentar:

Posting Komentar

Santabe, ta komentar mena, bune kombi menurut ndai kaso ta re

 
Support : Forum Dou Mbojo | Tofi Foto | Info Mbojo
Copyright © 2007. Mbojo Network, Berita dan Informasi Bima Dana Mbojo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Dominion Rockettheme
Proudly powered by Blogger